Dalam perjalanan menuju medan perang, Jendral itu berhenti di sebuah altar vihara. Ia sembahyang dan berdoa meminta petunjuk para dewa. Sedangkan prajuritnya menanti di luar vihara dengan harap-harap cemas. Tak lama kemudian, sang Jendral keluar dari vihara.
Ia berteriak pada seluruh pasukannya, “Kita telah mendapat petunjuk dari langit.” Lalu ia mengeluarkan koin emas simbol kerajaan dari sakunya. Sambil mengacungkan koin itu ke udara ia berkata, “Sekarang, kita lihat apa kata nasib. Mari kita adakan toss. Bila kepala yang muncul, maka kita akan menang. Tapi bila ekor yang muncul, kita akan kalah. Hidup kita tergantung
pada nasib.”
Jendral lalu melempar koin emas itu ke udara. Koin emas pun berputar-putar di udara. Lalu jatuh berguling-guling di tanah. Seluruh pasukan mengamati apa yang muncul. Setelah agak lama menggelinding ke sana-kemari, koin itu terhenti. Dan yang muncul adalah KEPALA. Kontan seluruh pasukan berteriak kesenangan. “Hore..! Kita akan menang. Nasib berpihak pada kita, Ayo serbu dan hancurkan musuh. Kemenangan telah pasti.”
Dengan penuh semangat Jendral dan pasukan itu bergerak menuju medan perang. Pertempuran berlangsung dengan sengit. Ternyata dengan keyakinan dan tekad yang membaja akhirnya musuh yang tak terhingga banyaknya dapat dikalahkan. Jendral dan seluruh pasukannya betul-betul senang. Seorang prajurit berkata, “Sudah kehendak langit, maka tak ada yang bisa mengubah nasib.”
Sesampai di ibu kota mereka disambut meriah oleh seluruh penduduk. Raja pun terkagum-kagum mendengar kisah peperangan yang dashyat itu. Beliau bertanya pada sang Jendral bagaimana ia mampu mengobarkan semangat pasukannya hingga begitu gagah berani. Sang Jendral kemudian menyerahkan koin emasnya pada Raja sambil berkata, “Paduka, inilah yang memberikan mereka nasib baik.”
Raja menerima dan mengamati koin emas itu yang ternyata kedua sisinya bergambar: KEPALA..!
Pojok Renungan:
Langit adalah adil, dan tidak ada orang yang dikecualikan. Yang bisa menolong dirimu adalah dirimu sendiri. (adapted from The Book of ZEN - Freedom of The Mind” – Tsai Chih Chung)
(www.resensi.net)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar