Minggu, Februari 01, 2009
Tukang Kayu
Tukang Kayu
Suatu ketika, ada seorang tukang kayu yang sudah cukup tua yang bersiap
untuk pensiun bekerja. Ia, lalu melaporkan hal itu kepada atasannya, bahwa,
kini sudah saatnya ia menghabiskan waktu bersama keluarga, dan menikmati
masa-masa senja hidupnya. Ia, mungkin akan merindukan saat-saat gajian, tapi
Ia butuh sekali untuk beristirahat. Anak dan istrinya, butuh sekali
kehadiran seorang ayah di rumah.
Atasannya, sangat menyayangkan keinginan sang tukang kayu. Sebab, selama
ini, dia telah bekerja cukup baik. Sang atasan lalu meminta kepadanya untuk
membuat sebuah rumah saja, untuk sebuah permintaan pribadi terakhir baginya.
Sang tukang kayu mengiyakan. Namun, agaknya saat itu bukan waktu yang paling
baik untuk meneruskan bekerja. Suasana hati sang tukang, terlalu terbawa
perasaan ingin cepat selesai. Terburu-buru dan tergesa-gesa, kira-kira
begitulah keadaannya saat itu. Ia, hanya menyiapkan perkakas dan pekerja
seadanya, dan membuat rumah itu dari bahan-bahan yang murah dan mudah
didapat. Ia melupakan semua bahan-bahan yang berkualitas untuk rumah
terakhir yang dibuatnya ini.
Saat tukang kayu itu selesai membangun semuanya, sang atasan datang untung
memeriksa dan melihat hasil kerja pegawainya ini. Ia, lalu mengajak tukang
kayu itu, ke pintu depan. Lalu, diserahkannya kunci rumah itu kepada si
tukang kayu kembali. "Ini adalah rumah buatmu, kata atasannya, "angggaplah,
ini hadiah dariku..."
Sang tukang kayu terkejut mendengarnya. Ah, betapa memalukan. Ah, kalau
saja, dia tahu bahwa bangunan ini adalah untuknya, tentu, ia tak akan
melakukan semua ini. Ia tentu akan melakukannya dengan hati-hati. Kalau
saja, sebelumnya, sang atasan memberitahukan semua pekerjaan ini, tentu, ia
akan lakukan yang terbaik.
***
Teman, begitulah kita. Cerita ini, setidaknya adalah sebuah permenungan buat
kita. Kita bangun rumah kehidupan kita, waktu demi waktu, dan terlalu sering
kita menggunakan bahan-bahan yang rentan dan seadanya untuk sebuah masa
depan yang kita rancang. Terlalu sering, kita, yang kerap alpa ini,
membangun hidup, dengan langkah yang ceroboh, tak hati-hati, dan
tergesa-gesa. Kita juga sering, tak memberikan yang terbaik buat hidup kita.
Lalu, kita pun akan terkejut dengan apa yang hasilkan selama ini. Kita,
harus hidup, dalam sebuah "rumah kehidupan" yang telah kita buat sebelumnya.
Pengalaman, setidaknya menjadi guru yang cerdik, yang memberikan tes di awal
pelajaran, lalu baru menjelaskannya kemudian. Jika saja, kita dapat
membangunnya kembali dari awal, tentu, kita akan lakukan yang berbeda. Kalau
saja, kita mengetahuinya lebih dulu, tentu hasilnya akan berlainan. Namun,
sayang, kita tak dapat kembali ke masa lalu. KIta tak dapat merubah nasih
yang telah silam. Ah kalau saja...
Teman, kitalah si tukang kayu itu. Setiap saat, kita memukulkan pasak dalam
tiang-tiang kehidupan ini, menempatkan penampang langit-langit kepala kita,
dan membuat tembok-tembok dalam jiwa. Ada seseorang yang pernah berkata,
Kehidupan, adalah sebuah proyek pribadi yang harus di lakukan sendiri.
Tingkah, sikap, dan perilaku serta pilihan yang kita buat hari ini, akan
menentukan, "rumah kehidupan" apa yang akan kita tempati kelak. Bangunlah
rumah itu dengan bijak.
Teman, terima kasih telah membaca. Hope u r well and please do take care.
Wassalamu'alaikum wr wb. Salam hangat!!!