Sabtu, Desember 06, 2008
Dua Ekor Singa
Dua Ekor Singa
Suatu sore di tengah telaga, terlihat dua orang yang sedang memancing.
Tampaknya, ada ayah dan anak yang sedang menghabiskan waktu mereka disana.
Dengan perahu kecil, keduanya sibuk mengatur joran dan umpan. Air telaga
bergoyang perlahan, membentuk riak-riak air. Gelombangnya mengalun menuju
tepian, menyentuh sayap-sayap angsa yang sedang berjalan beriringan. Suasana
begitu tenang, hingga terdengar sebuah percakapan.
"Ayah."
"Hmm..ya.." Sang ayah menjawab pelan. Matanya tetap tertuju pada ujung
kailnya yang terjulur. "Beberapa malam ini," ucap sang anak, "aku bermimpi
aneh. Dalam mimpiku, ada dua ekor singa yang tampak sedang berkelahi dalam
hatiku. Gigi-gigi mereka, terlihat runcing dan tajam. Keduanya sibuk
mencakar dan menggeram, seperti saling ingin menerkam. Mereka tampak ingin
saling menjatuhkan."
Anak muda ini terdiam sesaat. Lalu, mulai melanjutkan cerita, "singa yang
pertama, terlihat baik dan tenang. Geraknya perlahan namun pasti. Badannya
pun kokoh dan bulunya teratur. Walaupun suaranya keras, tapi terdengar
menenangkan buatku."
Ayah mulai menolehkan kepala, dan meletakkan pancingnya di pinggir haluan.
"Tapi, Ayah, singa yang satu lagi tampak menakutkan buatku. Geraknya tak
beraturan, sibuk menerjang kesana-kemari. Punggungnya pun kotor, dan bulu
yang koyak. Suaranya parau dan menyakitkan.
"Aku bingung, apakah maksud dari mimpi ini. Apakah singa-singa itu adalah
gambaran dari sifat-sifat baik dan buruk yang aku punya? Lalu, singa yang
mana yang akan memenangkan pertarungan itu, karena sepertinya mereka
sama-sama kuat?
Melihat anaknya yang baru beranjak dewasa itu bingung, sang Ayah mulai
angkat bicara. Dipegangnya punggung pemuda gagah di depannya. Sambil
tersenyum, ayah berkata, "pemenangnya adalah, yang paling sering kamu beri
makan."
Ayah kembali tersenyum, dan mengambil pancingnya. Lalu, dengan satu hentakan
kuat, di lontarkannya ujung kail itu ke tengah telaga. Tercipta kembali
pusaran-pusaran air yang tampak membesar. Gelombang riak itu kembali menerpa
sayap-sayap angsa putih di tepian telaga.
***
Teman, begitulah. Setiap diri kita, punya dua ekor "singa" yang selalu
bersaing. Keduanya, memang selalu saling menjatuhkan. Mereka berusaha untuk
menjadi pemimpin bagi yang lainnya. Pertarungan diantara mereka, tak pernah
tuntas, karena bisa jadi sering terjadi pergantian pemenang bagi keduanya.
Kalah-menang, dalam persaingan macam ini, layaknya mata koin yang selalu
berganti-ganti. Dan kita sering dibuat bingung, sebab kedua kekuatan
baik-buruk ini terlihat sama kuatnya.
Tapi, siapakah pemenangnya saat ini dalam diri Anda? Singa yang kokoh,
dengan bulu-bulu yang teratur, dan gerakan yang mantap serta pasti, ataukah
singa yang sibuk menerjang kesana kemari, dengan bulu-bulu yang koyak, dan
seringai yang menakutkan? Lalu, singa macam apa yang kini sedang menguasai
Anda, "singa" yang optimis, pantang menyerah, tekun, sabar, damai, rendah
hati, dan toleran, ataukah "singa" yang pesimis, tertekan, mudah menyerah,
sombong dan penuh dengki?
Saya percaya, kita sendirilah yang menentukan kemenangan bagi kedua
singa-singa itu. Jika kita sering memberi "makan" pada singa yang damai
tadi, maka imbalan kebaikanlah yang akan kita dapatkan. Jika kita terbiasa
untuk memupuk optimis dan pantang menyerah, maka "singa" keberhasilan lah
yang akan kita peroleh. Namun sebaliknya, jika setiap saat kita memendam
marah, menebar prasangka dan dengki, bersikap tak sabar dan mudah menyerah,
maka, akan jelaslah "singa" macam apa yang jadi pemenangnya.
Teman, biarkan "singa-singa" penuh semangat hadir dalam jiwa Anda. Rawatlah
singa-singa itu dengan keluhuran budi, dan kebersihan nurani. Susunlah
bulu-bulu kedamaiannya, cermati terus rahang persahabatannya. Perkuat
punggung optimisnya, dan pertajam selalu kuku-kuku kesabaran miliknya.
Biarkan singa ini yang jadi pemenang.
Namun, jangan biarkan "singa-singa" pemarah menguasai pikiran Anda. Jangan
pernah berikan kesempatan bagi kedengkian itu untuk membesar, dan menjadi
penghalang keberhasilan. Jangan biarkan rasa pesimis, jiwa yang gundah, tak
sabar dan rendah diri menjadi pemimpin bagi Anda.
Saya percaya, imbalan yang kita peroleh, adalah gambaran dari apa yang kita
berikan hari ini. Lalu, singa mana yang akan Anda beri makan hari ini?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar