peluang usaha

Sabtu, Februari 28, 2009

Arti Sahabat


PERSAHABATAN

Apa yang kita alami demi teman kadang-kadang
melelahkan dan menjengkelkan, tetapi itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah.

Persahabatan sering menyuguhkan beberapa cobaan,
tetapi persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu bahkan bertumbuh bersama karenanya...

Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi
membutuhkan proses yang panjang seperti besi menajamkan besi, demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya.

Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman
suka dan duka, dihibur-disakiti, diperhatikan-dikecewakan,didengar-diabaikan, dibantu-ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian.

Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan
untuk menghindari perselisihan, justru karena kasihnya ia memberanikan diri menegur apa adanya.

Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan
ciuman, tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah.

Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha
pemeliharaan dari kesetiaan, tetapi bukan pada saat kita membutuhkan bantuan barulah kita memiliki motivasi mencari perhatian, pertolongan dan pernyataaan kasih dari orang lain, tetapi justru ia berinisiatif memberikan dan mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya.

Kerinduannya adalah menjadi bagian dari kehidupan
sahabatnya, karena tidak ada persahabatan yang diawali dengan sikap egoistis.

Semua orang pasti membutuhkan sahabat sejati, namun
tidak semua orang berhasil mendapatkannya. Banyak pula orang yang telah menikmati indahnya persahabatan,namun ada juga yang begitu hancur karena dikhianati sahabatnya.

Beberapa hal seringkali menjadi penghancur persahabatan antara lain:

1. Masalah bisnis UUD (Ujung-Ujungnya Duit)
2. Ketidakterbukaan
3. Kehilangan kepercayaan
4. Perubahan perasaan antar lawan jenis
5. Ketidaksetiaan

Tetapi penghancur persahabatan ini telah berhasil dipatahkan oleh sahabat-sahabat yang teruji kesejatian motivasinya.

(author unknown)

***

Sahabatku,

"Mempunyai satu sahabat sejati lebih berharga dari seribu teman yang mementingkan diri sendiri."

"Dalam masa kejayaan, teman-teman mengenal kita. Dalam kesengsaraan, kita mengenal teman-teman kita." Ingatlah kapan terakhir kali anda berada dalam kesulitan. Siapa yang berada di samping anda?? Siapa yang mengasihi anda saat anda merasa tidak dicintai??

Siapa yang ingin bersama anda pada saat tiada satupun yang dapat anda berikan?? Merekalah sahabat-sahabat anda.

Hargai dan peliharalah selalu persahabatan anda dengan mereka. Karena seorang sahabat bisa lebih dekat dari pada saudara sendiri

Ah, saya jadi teringat sahabat-sahabat saya, sahabat di kampung, sahabat di pesantren, sahabat di SMU, sahababat di kampus, sahabat ngaji, sahabat perjuangan dakwah,.....Ah, Maha Suci Allah, Segala puji hanya bagi Allah yang telah mengirimkanku sahabat-sahabat yang terbaik.....

Kamis, Februari 26, 2009

Monyet Terkuat


Monyet Terkuat

Di sebuah hutan, terdapat seekor monyet yang kuat dan ahli dalam memanjat. Suatu saat sang monyet memanjat pohon yang paling tinggi di hutan tersebut. Monyet itu akan mempelihatkan kekuatanya kepada banyak monyet yang sedang menatap dirinya.

Dengan cepat dan tangkas monyet itu memanjat pohon itu. Dari dahan ke dahan lainnya, monyet itu memanjat dan melompat dengan gerakan indah, hingga tidak membutuhkan waktu lama sang monyet untuk mencapai puncak pohon.

Dengan bangga sang monyet menepuk-nepuk dadanya, menunjukan bahwa dirinya adalah yang terhebat. Monyet-monyet lainnya pun berteriak-berteriak menunjukan bahwa mereka takjub dengan kemampunnya.

Pada saat itu juga, tiba-tiba cuaca yang tadinya cerah berubah menjadi galap dan mendung. Gemuruh langit terdengar, rintik-rintik hujan turun tak lama, langsung disusul lebatnya hujan badai. Para monyet belarian menuju sarang-sarang mereka untuk berteduh, kecuali satu monyet yang memanjat pohon, dia berpegang dengan erat batang pohon yang ia panjat. Menahan hujan badai yang terus saja menghantamnya, yang seolah-olah badai tersebut berusaha menjatuhkannya.

“Aku harus kuat, karna aku adalah monyet terkuat di hutan ini!” pikirnya sambil menahan kuatnya hembusan angin dan dinginnya hujan. Banyak pohon berjatuhan karena badai mematahkan batang-batangnya. Sang monyet beruntung karena berada di pohon yang tinggi dan kuat. Tak jarang sang monyet hampir jatuh karena pohon itu berayun-ayun dengan kuat, akan tetapi sang monyet sanggup bertahan.

Sejam telah berlalu, akhirnya badai reda. Cahaya matahari yang hangat mulai menyinari hutan kembali. Hewan-hewan pun sudah keluar dari sarangnya, termasuk para monyet yang keluar untuk melihat kondisi temannya yang sedang memanjat itu. Sungguh menajubkan, monyet itu masih bertahan di puncak pohon tertinggi tersebut.


“Ha ha ha, memang aku monyet terkuat di hutan ini. Hujan badai saja ta sanggup menjatuhkanku. Ha ha ha…” Pekiknya dengan bangga sambil menepuk-nepuk dadanya.

Tak lama kemudian, angin sepoy-sepoy berhembus dengan hembusan lembut. Hembusan tersebut menyentuh seluruh badan sang monyet dengan halus dengan sinar matahari yang hangat. Sang monyet merasa nyaman dengan angin sepoy-sepoy hangat itu. Terasa bagaikan angin dari surga, setelah satu jam lamanya menahan hantaman hujan badai.

Tak terasa, mata sang monyet mulai menyipit sedikit demi sedikit. Genggaman kuatnya tak tersasa mulai mengendur. Ototnya yang menegang, perlahan-lahan mulai melemah. Dan bisa ditebak, sang monyet itu langsung tertidur.

Tak lama kemudian sang monyet itu bangun, dengan badan penuh luka. Dia baru sadar bahwa dia terjatuh ketika ia tertidur diatas pohon. Dan yang paling menyakitkan adalah ternyata dia telah dijatuhkan dengan mudah oleh angin-angin sepoy-sepoy itu.

***

Teman, mungkin banyak dari diri kita ini merasa kuat dengan berbagai ujian dari Allah berupa kesempitan, kelaparan, kesusahan, seperti badai hujan yang selalu menimpa diri kita.

Akan tetapi banyak dari diri kita ini lemah dan tidak kuat terhadap ujian dari Allah berupa kesenangan, harta, jabatan, seperti hembusan angin sepoy-sepoy hangat yang melenakan, sehingga membuat kita tertidur. Dan tanpa sadar kita ternyata sudah terjatuh.

Teman, semua keadaan di muka bumi ini pada hakekatnya adalah sebuah ujian. Apakah kita kuat dan sabar ketika diberi musibah? Dan apakah kita terlena dan kufur ketika kita diberi nikmat?

Sungguh luar biasa umat mukmin itu, ketika di beri nikmat mereka bersyukur, dan ketika mereka diberikan cobaan mereka bersabar.

Jazakumullah khoir telah membaca. Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita semua.

(cerita ini terinspirasi dari ceramahnya ust. Rahmat Abdullah dalam fim “Sang Murrabi”)

Senin, Februari 23, 2009

Tempayan Retak


Tempayan Retak

Seorang tukang air memiliki dua tempayan besar, masing-masing bergantung pada kedua ujung sebuah pikulan, yang dibawa menyilang pada bahunya. Satu dari tempayan itu retak, yang satunya tidak. Tempayan yang tidak retak selalu dapat membawa air penuh dari mata air ke rumah majikannya, sedang tempayan retak itu hanya dapat membawa air setengah penuh.

Selama dua tahun, hal ini terjadi setiap hari. Si tempayan yang tidak retak merasa bangga akan prestasinya, karena dapat menunaikan tugasnya dengan sempurna. Namun si tempayan retak merasa malu sekali akan ketidaksempurnaannya dan merasa sedih sebab ia hanya dapat memberikan setengah dari yang seharusnya dapat diberikannnya. Tertekan oleh kegagalan ini, tempayan retak itu berkata kepada si tukang air,"Saya sungguh malu pada diri saya sendiri, dan saya ingin mohon maaf kepadamu.""Kenapa?" tanya si tukang air, "Kenapa kamu merasa malu?"

"Saya hanya mampu, selama dua tahun ini, membawa setengah porsi air karena retakan pada sisi saya telah membuat air yang saya bawa bocor sepanjang jalan menuju rumah majikan kita. Karena cacadku itu, saya telah membuatmu rugi." kata tempayan itu.

Si tukang air merasa kasihan pada si tempayan retak dan berkata, "Jika kita kembali ke rumah majikan besok, aku ingin kamu memperhatikan bunga-bunga indah di sepanjang jalan."

Benar, ketika mereka naik ke bukit, si tempayan retak memperhatikan dan baru menyadari bahwa ada bunga-bunga indah di sepanjang sisi jalan, dan itu membuatnya sedikit terhibur.

Kata tukang air kepada tempayan retak, "Apakah kamu memperhatikan adanya bunga-bunga di sepanjang jalan di sisimu tapi tidak ada bunga di sepanjang jalan di sisi tempayan lain yang tidak retak itu. Itu karena aku selalu menyadari akan cacadmu dan aku memanfaatkannya. Aku telah menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan di sisimu, dan setiap hari jika kita berjalan pulang dari mata air, kamu mengairi benih-benih itu. Selama dua tahun ini aku telah dapat memetik bunga-bunga indah itu untuk menghias meja majikan kita. Tanpa kamu sebagaimana kamu adanya, majikan kita tak akan dapat menghias rumahnya seindah sekarang."

***

Teman, setiap dari kita memiliki cacad dan kekurangan kita sendiri. Kita semua adalah tempayan retak. Di mata Allah yang Maha Bijaksana, tak ada yang terbuang percuma. Jangan takut akan kekuranganmu. Kenalilah kelemahanmu dan yakinlah kamu mempunyai kelebihan yang Allah anugerahkan kepadamu. Ketahuilah, di dalam kelemahan kita, justru terdapat kekuatan kita.

Sabtu, Februari 21, 2009

Wanita Buta.


Wanita Buta.


Seluruh penumpang di dalam bus merasa simpati melihat seorang wanita muda dg tongkatnya meraba-raba menaiki tangga bus. Dg tangannya yg lain di meraba posisi dimana sopir berada, dan membayar ongkos bus. Lalu berjalan ke Dalam bus mencari-cari bangku yg kosong dg tangannya. Setelah yakin bangku yg dirabanya kosong, dia duduk. Meletakkan tasnya di atas pangkuan, dan satu tangannya masih memegang tongkat.

Satu tahun sudah, Yasmin, wanita muda itu, mengalami buta. Suatu kecelakaan telah berlaku atasnya, dan menghilangkan penglihatannya untuk selama-lamanya. Dunia tiba-tiba saja menjadi gelap dan segala harapan dan cita-cita menjadi sirna. Dia adalah wanita yg penuh dg ambisi menaklukan dunia, aktif di segala perkumpulan, baik di sekolah, rumah maupun di linkungannya. Tiba-tiba saja semuanya sirna, begitu kecelakaan itu dialaminya. Kegelapan, frustrasi, dan rendah diri tiba-tiba saja menyelimuti jiwanya. Hilang sudah masa depan yg selama ini dicita-citakan.

Merasa tak berguna dan tak ada seorang pun yg sanggup menolongnya selalu membisiki hatinya. "Bagaimana ini bisa terjadi padaku?" dia menangis. Hatinya protes, diliputi kemarahan dan putus asa. Tapi, tak peduli sebanyak apa pun dia mengeluh dan menangis, sebanyak apa pun dia protes, sebanyak apapun dia berdo'a dan memohon, dia harus tahu, penglihatannya tak akan kembali.

Diantara frustrasi, depresi dan putus asa, dia masih beruntung, karena mempunyai suami yg begitu penyayang dan setia, Burhan. Burhan adalah seorang prajurit TNI biasa yg bekerja sebagai security di sebuah perusahaan. Dia mencintai Yasmin dg seluruh hatinya. Ketika mengetahui Yasmin kehilangan penglihatan, rasa cintanya tidak berkurang. Justru perhatiannya makin bertambah, ketika dilihatnya Yasmin tenggelam kedalam jurang keputus-asaan. Burhan ingin menolong mengembalikan rasa percaray diri Yasmin, seperti ketika Yasmin belum menjadi buta.

Burhan tahu, ini adalah perjuangan yg tidak gampang. Butuh extra waktu dan kesabaran yg tidak sedikit. Karena buta, Yasmin tidak bisa terus bekerja di perusahaannya. Dia berhenti dg terhormat. Burhan mendorongnya supaya belajar huruf Braile. Dg harapan, suatu saat bisa berguna untuk masa depan. Tapi bagaimana Yasmin bisa belajar? Sedangkan untuk pergi ke mana-mana saja selalu diantar Burhan? Dunia ini begitu gelap. Tak ada kesempatan sedikitpun untuk bisa melihat jalan. Dulu, sebelum menjadi buta, dia memang biasa naik bus ke tempat kerja dan ke mana saja sendirian. Tapi kini, ketika buta, apa sanggup dia naik bus sendirian? Berjalan sendirian? Pulang-pergi sendirian? Siapa yg akan melindunginya ketika sendirian? Begitulah yg berkecamuk di dalam hati Yasmin yg putus asa. Tapi Burhan membimbing Jiwa Yasmin yg sedang frustasi dg sabar. Dia merelakan dirinya untuk mengantar Yasmin ke sekolah, di mana Yasmin musti belajar huruf Braile.

Dg sabar Burhan menuntun Yasmin menaiki bus kota menuju sekolah yg dituju. Dg Susah payah dan tertatih-tatih Yasmin melangkah bersama tongkatnya. Sementara Burhan berada di sampingnya. Selesai mengantar Yasmin dia menuju tempat dinas. Begitulah, selama berhari-hari dan berminggu-minggu Burhan mengantar dan menjemput Yasmin. Lengkap dg seragam dinas security.

Tapi lama-kelamaan Burhan sadar, tak mungkin selamanya Yasmin harus diantar; pulang dan pergi. Bagaimanapun juga Yasmin harus bisa mandiri, tak mungkin selamanya mengandalkan dirinya. Sebab dia juga punya pekerjaan yg harus dijalaninya. Dg hati-hati dia mengutarakan maksudnya, supaya Yasmin tak tersinggung dan merasa dibuang. Sebab Yasmin, bagaimanapun juga masih terpukul dg musibah yg dialaminya.

Seperti yg diramalkan Burhan, Yasmin histeris mendengar itu. Dia merasa dirinya kini benar-benar telah tercampakkan. "Saya buta, tak bisa melihat!" teriak Yasmin. "Bagaimana saya bisa tahu saya ada di mana? Kamu telah benar-benar meninggalkan saya." Burhan hancur hatinya mendengar itu. Tapi dia sadar apa yg musti dilakukan. Mau tak mau Yasmin musti terima. Musti mau menjadi wanita yg mandiri. Burhan tak melepas begitu saja Yasmin. Setiap pagi, dia mengantar Yasmin menuju halte bus. Dan setelah dua minggu, Yasmin akhirnya bisa berangkat sendiri ke halte. Berjalan dg tongkatnya. Burhan menasehatinya agar mengandalkan indera pendengarannya, di manapun dia berada.

Setelah dirasanya yakin bahwa Yasmin bisa pergi sendiri, dg tenang Burhan pergi ke tempat dinas. Sementara Yasmin merasa bersyukur bahwa selama ini dia mempunyai suami yg begitu setia dan sabar membimbingnya. Memang tak mungkin bagi Burhan untuk terus selalu menemani setiap saat ke manapun dia pergi. Tak mungkin juga selalu Diantar ke tempatnya belajar, sebab Burhan juga punya pekerjaan yg harus dilakoni. Dan dia adalah wanita yg dulu, sebelum buta, tak pernah menyerah pada tantangan dan wanita yg tak bisa diam saja. Kini dia harus menjadi Yasmin yg dulu, yg tegar dan menyukai tantangan dan suka bekerja dan belajar. Hari-hari pun berlalu. Dan sudah beberapa minggu Yasmin menjalani rutinitasnya belajar, dg mengendarai bus kota sendirian.

Suatu hari, ketika dia hendak turun dari bus, sopir bus berkata, "saya sungguh iri padamu". Yasmin tidak yakin, kalau sopir itu bicara padanya. "Anda bicara pada saya?" " Ya", jawab sopir bus. "Saya benar-benar iri padamu". Yasmin kebingungan, heran dan tak habis berpikir, bagaimana bisa di dunia ini, seorang buta, wanita buta, yg berjalan terseok-seok dg tongkatnya hanya sekedar mencari keberanian mengisi sisa hidupnya, membuat orang lain merasa iri? "Apa maksud anda?" Yasmin bertanya penuh keheranan pada sopir itu. "Kamu tahu," jawab sopir bus, "Setiap pagi, sejak beberapa minggu ini, seorang lelaki muda dg seragam militer selalu berdiri di sebrang jalan. Dia memperhatikanmu dg harap-harap cemas ketika kamu menuruni tangga bus. Dan ketika kamu menyebrang jalan, dia perhatikan langkahmu dan bibirnya tersenyum puas begitu kamu telah melewati jalan itu. Begitu kamu masuk gedung sekolahmu, dia meniupkan ciumannya padamu, memberimu salut, dan pergi dari situ. Kamu sungguh wanita beruntung, ada yg memperhatikan dan melindungimu".

Air mata bahagia mengalir di pipi Yasmin. Walaupun dia tidak melihat orang tsb, dia yakin dan merasakan kehadiran Burhan di sana. Dia merasa begitu beruntung, sangat beruntung, bahwa Burhan telah memberinya sesuatu yg lebih berharga dari penglihatan. Sebuah pemberian yg tak perlu untuk dilihat; kasih sayang yg membawa cahaya, ketika dia berada dalam kegelapan.

***

Teman, kita ibarat orang buta. Yg diperintahkan bekerja dan berusaha Kita adalah orang buta. Yg diberi semangat untuk terus hidup dan bekerja Kita tak bisa melihat Tuhan dan malaikat.Tapi Dia terus membimbing Seperti cerita Dia memompa semangat kita Cemas dan khawatir dg langkah kita Dan tersenyum puas Melihat kita berhasil melewati ujian-Nya.

Jumat, Februari 20, 2009

Sebuah Batu Kecil


Sebuah Batu Kecil

Di suatu daerah pegunungan, sesosok pemuda sedang mempersiapkan bekal untuk perjalanan ke desa lain. Desa itu cukup jauh, harus melawati hutan-hutan dan gua. Pemuda itu hanya mampu membawa bekal untuk sekali perjalanan.

Saat pemuda itu memulai perjalanan, ia bertemu pengemis tua dengan pakaian penuh robek dan kumuh. Karena pemuda itu hanya mempunyai bekal secukupnya, dia pura-pura tidak melihat pegemis tua tersebut, dan berjalan melewatinya.

Tiba-tiba sang pengemis tua itu berkata, “Hai pemuda, ketika engkau melawati sebuah gua, ambil batu disekitarmu sebanyak-banyaknya!”

Pemuda itu cukup kaget, akan tetapi dia tetap tidak memperhatikannya, “alah, dasar pengemis, mau minta perhatian saja, paling dia mau minta sedekah.” Pikirnya.

Perjalanan pemuda itu dilanjutkan hingga hari sudah mulai malam. Ia pun harus mempercepat perjalanannya, karena dia harus melewati sebuah gua yang sangat gelap.

Ketika masuk ke dalam gua, ia teringat akan pesan pengemis tua. “ah, ngapain saya menuruti kata-kata pengemis tua itu!, lagian juga ngapain saya harus membawa batu-batu di gua ini, menambah beban saya aja, mungkin pengemis itu sudah gila kali” keluhnya. Pemuda itu berjalan sambil meraba-raba karena gelapnya gua itu.

Sesaat kemudian di berfikir kembali, “Mungkin ada benarnya kata pengemis tua itu…” ia mulai penasaran dengan pesan pengemis tadi. Pemuda itupun mengambil sebuah batu kecil dan dimasukan ke saku celana.

Perjalanan panjang telah ia lalui, setelah melewati gua, ia mengarungi lembah, melewati gunung, hingga ta terasa bekal habis. Ia memaksa berjalan, walau perut kelaparan.

Akhirnya ia sampai juga di desa tujuannya, dan langsung ambruk tertidur di bawah sebuah pohon. Ia tertidur pulas. Tak lama kemudian, disaat berganti posisi, ia bangun, terasa ada yang mengganjal di celananya. “Ah, dasar bodohnya aku ini, aku membawa kemana-mana batu kecil tak berguna ini, menuruti kata-kata pengemis gila itu! Ku buang aja!” katanya dengan kesal.

Ketika akan membuang batu itu, terlihat batu itu berkilauan, memantulkan cahaya. Mata pemuda itu langsung terbelalak. “hah….., batu ini emas!” matanya melototi batu yang dipegangnya.

“ah…., andaikan saja……”

***

Teman, penyesalan memang terasa setelah kejadian telah berlalu. Seberapa sering diri kita ini membiarkan dan cuek terhadap pesan, nasehat, saran, kritik, dari orang tua kita, guru-guru kita, teman-teman kita, bahkan orang asing yang selalu kita anggap hanya omong kosong belaka. Kita sombong terhadap nasehat-nasehat itu. Nasehat yang mana kita baru sadar bahwa ternyata pesan, nasehat, kritik, orang-orang terdekat kita itu akan membawa kita ke gudang emas kesuksesan. Akan tetapi kita mengabaikannya. Kita merasa tidak butuh oleh nasehat orang lain. Dan waktu tidak akan bisa kembali, kita hanya bisa menyesalinya.

Allah telah mengirimkan kita penasehat-penasehat melalui Nabi dan Rosul-Nya. Dan di teruskan kepada para ulama, dalam menyampaikan pesan-pesan yang akan membawa kita ke surga. Tapi, mengapa kita masih saja mengabaikannya? Ataukah kita berharap akan menyesalinya di hari kemudian?

Rabu, Februari 18, 2009

Sesendok Madu


Seendok Madu

Saya teringat carita dari Andre Wongso, salah satu trainer Indonesia. Kisah tentang sesendok madu, maaf kalo di modifikasi.

Suatu saat, seorang raja kerajaan besar mengeluh kepada penasehatnya tentang rakyatnya.

"Penasehatku, apakah benar rakyatku sekarang sudah tidak patuh lagi kepadaku?" tanya sang Raja.

"Wahai raja, mohon maaf saya tidak tahu permasalahan itu. Akan tetapi saya bisa mengujinya, supaya raja tau apakah rakyat anda patuh dengan perintah anda atau tidak." kata penasehat raja.

"Ujian? Baiklah,saya percaya kepadamu, semua kuserahkan kepadamu!" perintah sang raja.

Penasehat raja kemudian memerintahkan seluruh rakyatnya agar menyumbang sesendok madu dengan membawanya di tengah malam ke sebuah tempat. Tempat tersebut terdapat gentong besar untuk menampung madu-madu tersebut.

Salah seorang mengeluh dengan perintah sang raja. Dia merasa berat untuk menyumbang sesendok madu. Kemudian di berencana akan membawa sesendok air. "aku yakin tidak akan ketahuan oleh pengawal jika aku membawa air karena tempatnya cukup gelap, lagian toh hanya sesendok air saja." pikirnya.

Kemudaian disaat malam gulita, berbondong-bondong orang membawa sendok, satu persatu orang mengisi gentong besar yang disediakan oleh penasehat raja, hingga gentong itu penuh.

Saat matahari terbit, penasehat raja datang untuk memeriksa gentong madu tersebut. Tiba-tiba sang penasehat raja kaget, ternyata gentong tersebut hanya berisikan air.

***

Teman, sering keegoisan kita muncul dalam diri kita. Kita kadang berfikir, "ah, buat apa repot-repot malakukan itu, pasti ada orang lain yang melakukannya." Seperti dalam cerita tersebut, mereka merasa hanya dia saja yang hanya membawa sesendok air. Ternyata mereka semua membawa seseondok air.

Bayangkan jika semua orang lebih memilih egonya masing-masing, bangsa ini saya yakin tidak akan maju. Tidak ada lagi kepedulian dengan permasalahan bangsa. Tidak ada lagi yang peduli dengan permasalahan ummat.

Sebaliknya ketika semua orang berfikir, Mulai dari diri sendiri, mualai dari yang terkecil, dan mulai sekarang juga untuk memperbaiki bangsa, saya yakin bangsa yang maju dan beriman akan terwujud. Insya Allah.

Selasa, Februari 17, 2009

Bubuk Kopi


Bubuk Kopi

Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang.Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.

Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api. Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api. Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya. Lalu ia bertanya kepada anaknya,

"Apa yang kau lihat, nak?"

"Wortel, telur, dan kopi" jawab si anak.

Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya,

"Apa arti semua ini, Ayah?"

Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi kesulitan yang sama, perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda. Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut.
"Kamu termasuk yang mana?," tanya ayahnya. "Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?"

Bagaimana dengan kamu?

Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu. Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku? Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin
nikmat.

Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan
menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.

***

Teman, sesungguhnya Allah memberikan suatu cobaan kepada kita adalah sesuai dengan kemampuan diri kita. Tinggal bagaimana diri kita mensikapi ujian-ujian dalam kehidupan. Apakah dengan berbagai ujian tersebut akan menjadikan kita lebih tangguh dalam menjalani kehidupan. Atau sebaliknya, membuat diri kita lemah dan kaku dalam mengarungi kehidupan ini?

tinggal Hadapi, Hayati, dan Nikmati, ketika masalah datang menghampiri kita. Insya Allah kita akan seperti kopi, yakni menjadikan diri kita semakin baik dan membuat keadaan di sekitar kita juga membaik.